JAKARTA - Wakil Ketua DPR RI M. Azis Syamsuddin merespon sikap pemerintah terkait langkah kerja Tim Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria dan Penguatan Kebijakan Reforma Agraria Tahun 2021. Harapannya, 137 kasus konflik agraria yang menjadi prioritas, mampu diselesaikan pada tahun 2021.A
Dikatakan Azis, tim yang dibentuk atas Surat Keputusan Kepala Staf Kepresidenan Nomor 1B/T/2021 ini, menjadi terobosan yang dilakukan pemerintahan Joko Widodo untuk menyelesaikan persoalan-persoalan menyangkut agraria.
"Timnya sudah terbentuk. Tinggal kita tunggu hasil kerjanya. Kami berharap titik tekan penyelesaian konflik agraria mengedepankan sosio budaya, sosio historis, dan sosio-legal secara komprehensif, " terang Azis Syamsuddin dalam keterangan tertulisnya kepada Parlementaria, Minggu (11/4/2021).
Penyelesaian konflik jangan sampai meninggalkan sisa dan luka di masyarakat. "Tuntas dan berasaskan keadilan. Jangan sampai kebijakan-kebijakan yang dibuat justru dalam implementasinya melegalkan perampasan hak tanah rakyat dan mengesampingkan asas keadilan, " tegas Azis.
Dari catatan yang ada, sambung politisi Partai Golkar ini, kasus konflik agraria setiap tahun meluas dan bertambah. Beberapa di antara kasus yang mencolok seperti kasus tanah adat Laman Kinipan, di Lamandau, Kalimatan Tengah.
Lalu, konflik agraria di Pulau Dewata, tepatnya di Kabupaten Buleleng. Konflik lahan seluas 395, 8 hektar dengan jumlah Kepala Keluarga Terdampak sebanyak 915 KK ini belum tuntas. "Konflik semacam ini harus segera diselesaikan hingga tuntas. Turun ke lapangan, cek lokasi dan lihat fakta sebenarnya merupakan langkah yang tepat, " saran Azis Syamsuddin.
Ditambahkan Azis, tim yang bersifat ad-hoc dan diketuai KSP Moeldoko, dengan wakil ketua adalah Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan harapannya melibatkan organisasi masyarakat sipil (CSO) sebagai mitra.
"Tidak hanya kasus di Bali dan Kalimantan, tapi semua kasus agraria di daerah diharapkan melibatkan penggiat, organisasi masyarakat setempat yang konsen pada bidang agraria. Seperti Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA), Serikat Petani Indonesia (SPI), mapun konsorsium lainnya, " jelasnya.
Terakhir, Azis berharap persoalan reforma agraria menyangkut ketimpangan penguasaan lahan, konflik agraria, alih fungsi lahan, penurunan kualitas lingkungan hidup, kemiskinan dan pengangguran, hingga kesenjangan sosial secara berlahan tuntas sejalan dengan target yang dicanangkan Presiden Joko Widodo.
"Dari 1.041 laporan kasus konflik agraria. DPR berharap tim mampu memetakan persoalan agraria dan menentukan persoalan-persoalan yang menjadi prioritas serta menetapkan target-target penyelesaiannya. Ini memang bukan hal mudah. Tapi kami terus memberikan support terhadap upaya yang dilakukan, " jelas Azis Syamsuddin. (eko/es)